Friday, April 3, 2020
Monday, February 3, 2020
Sang Pengganti (Penutup)
Thursday, December 12, 2019
Halu
Friday, September 20, 2019
Senja Yang Temaram
Sungguh, benar telah kutitipkan seutuhnya
Rasa gelisah yang telah lama tak kurasa
Hanya kepadamu, sekalipun kau tak merasa
Sunday, August 25, 2019
Kalau Memang Tidak Bisa, Jangan Dipaksakan
Sore ini Jogja cukup syahdu. Matahari bersinar di akhir pekan, terhalang mendung tipis yang tak menandakan hujan. Rasanya, nikmat untuk bersantai. Sayang aku terlalu mendramatisir banyak hal di dunia ini. Hingga, tiada kabarmu saja mengganggu jalannya hariku. Kalau saja tidak ada sikapmu yang kuanggap teka teki itu, rasanya hidupku sudah hambar.
Tapi, teka teki mu sebenarnya tak membawaku pada hal yang lebih baik juga. Ia justru memenuhi otak dan merusak mood di setiap waktu. Sayangnya lagi, tidak ada orang lain yang menarik dalam hidupku. Sungguh menyedihkan.
"Apa kabar hari ini?" Tanyamu.
"Baik. Bagaimana harimu?" Jawabku.
Dan demikian saja rasanya aku seperti terbang tinggi yang kemudian jatuh ke jurang kekecewaan. Ku rasa, sudah saatnya aku berhenti memprioritaskan kamu di hidupku. Sudah saatnya berhenti memenuhi otakku dengan hal hal yang tidak menyehatkan itu. Sayangnya, aku seketika menjadi balita yang tengah belajar berjalan. Mencoba menguatkan tekad untuk melangkah maju, yang selalu takut terjatuh dan justru kembali mundur.
Padahal, jika jatuh, aku bisa bangkit lagi bukan? Jika akhirnya aku hidup tanpa kamu lagi, tidak ada yang berubah bukan? Semua akan kembali seperti sebelum cerita ini dimulai. Aku akan baik-baik saja sebagaimana pernah melalui hidup di waktu yang lalu. Itu saja.
Ku rasa, kalimat seorang sahabat itu pantas menjadi penguat hidupku. Adalah "Berhenti memperjuangkan yang tidak pasti." Kurang lebih demikian, dan yah. Oke. Detik ini juga aku memulainya. Semua akan kembali seperti sedia kala. Aku tidak punya alasan hidup di titik ini, sendirian. Jika pada akhirnya, dengan tiba-tiba Tuhan kabarkan hal yang aku harapkan sebelumnya, itu adalah hadiah. Sebaliknya, jika memang kita harus menjalani hidup masing-masing, itu tak apa. Belum lama ini juga aku mengalaminya bukan? Dan, memang sedikit iri. Tapi itulah hidup. Itulah tumbuh. Kau butuh kaki yang kuat untuk berlari. Dan kau butuh tulang rusuk yang tangguh untuk menjaga organ vital titipan Tuhan. Tidak ada artinya suatu kaki yang kau idamkan tapi tak pernah mampu membawamu menuju keceriaan. Terimakasih. Sudah menjadi pengganggu dalam tidurku.
Monday, July 8, 2019
May, it's not the right time
I still don't know what do you feel
From a few years ago, till now
I just understand that you are so unic
You're so different
I just wanna you to see
In this last few month, i can't stop thinking about you
I feel something different, in the deepest of my heart
I started afraid from loosing you
At the time you look so different than usual,
That feel comes stronger
I'm afraid can't tell you what i feel, and really loosing you
Give me a time to stated what i feel directly,
So everything can be clear
Thanks for comes to me at the time i really down
Thanks for being my new power at the time i tired
Thanks for being one of my reason so i did that theses
Sure, i'm falling in love with you now.
Thursday, April 11, 2019
Sang Pengganti (Sebuah Kegagalan 3)
Ini hari ketiga Al di Bandung, Kota Kembang. Dan masih berkutat dengan bos nya yang belum deal juga soal pekerjaan yang harus dilakukan. Terombang-ambing tak jelas. Setiap melihat ke arah bos nya pun, nampak kosong. Dengan rambut acak-acakan dan kacamata yang sedikit tergantung dari pangkal hidung. Dalam benak Al, mungkin orang jenius penampilannya selalu acak-acakan seperti itu.
"Kriiing....." hanphone Al berdering. Rupanya Atun. Gadis dengan rona merah di pipi saat ia tertawa yang menelpon. Sontak Al mengangkat ponselnya meski di depan si bos.
"Assalamualaikum,"
"Waalikumsalam, Al. Lagi sibuk gak? Ngopi yuk!"
"Aku tanya atasan aku dulu ya. Nanti tak kabarin."
"Oke, ditunggu kabarnya."
"Wassalamu'alaikum."
"Waalikumsalam, Al."
Karena belum deal juga, akhirnya si bos membiarkan Al, si anak baru untuk pergi. Katanya, kalau mulai bekerja akan dihubungi. Al terhitung baru di kantornya. Ia baru bergabung enam bulan lalu. Sebulan setelah menyelesaikan kuliahnya yang molor, langsung nyemplung di kantor nya.
"Jadi, ketemu di mana, Tun?"
"Aku share ya lokasinya. Kita ketemu di situ."
"Oke."
Cafe Toraja. Meski menggunakan nama Kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, cafe tempat mereka bertemu tetap menggunakan desain moderen. Terlihat di sudut ke sudut meja-meja besi dengan atasan kayu yang nampak seratnya masih mengkilap, tanda sama sekali belum ada pengunjung yang datang setelah dibersihkan oleh waitress. Tembok-tembok yang menyajikan bata merah bertuliskan kata-kata sederhana dan artistik pun mengelilingi meja kursi itu. Nampak pula sebuah ruangan kecil tiga kali lima meter dengan pintu kaca yang didesain untuk meeting di salah satu sudut ruangan utama. Layar proyektor dan LCD nampak jelas dari tempat Al menunggu.
"Hai."
"Oh, hai."
"Sudah lama nunggu?"
"Yah lumayan. Sama aja sih. Di hotel juga nganggur. Bisa-bisanya klien belum kasih kepastian gini. Biasanya udah pas sebelum berangkat."
"Haha, ceritain diri kamu lagi donk. Biar aku bisa kenal kamu lebih, Al."
"Hem?"
"Iya. Tentang kamu. Hidup kamu. Cita-cita. Sebelum kamu kerja di sini. Keluarga. Atau apa sajalah."
"Kenapa gak kamu dulu?"
"Karena aku yg minta kamu duluan, Al."
"Ogah ah."
"Yah, lagian hidup aku gak menarik."
"Masa?!"
"Iya. Apa menariknya seorang gadis yang hidup bersama Kakek nenek nya karena broken home?!"
"Ehem? Serius??"
"Tentu. Sudah sejak sekolah dasar."
"Kamu hebat, Tun. Tangguh."
"Apanya?"
"Ya itu. Aku aja kalau ke luar kota agak lama, udah homesick sama ibuk aku."
"Hffftt... Cowok tulen gasih?"
"Hahahaha, serius."
"Mana bisa! Jangan ngada-ada Al!"
"Hahahaha boleh percaya, boleh tidak."
"Masih gapercaya kalau ada cowok melankolis separah itu. Kasihan istri mu besok kalau ditinggal pulang bentar²."
"Hahaha, tentu tidak. Ibuku adalah orang pertama yang mencintai ku. Jauh sebelum aku kenal cinta. Tapi istriku, adalah orang yang paling dicintai ayahnya."
"Maksudmu Al?"
"Ayahnya, mempercayai ku untuk menjaganya. Tidak mungkin aku mengecewakan ayahnya."
"Dih, serius amat Al. Becanda doang."
"Bhahahahah , biarin. Biar kamu tau kalau aku orang baik."
"Aishhhhh... Seperti laki-laki kebanyakan. Buayanya langsung muncul di awal jumpa. Paling satu dua Minggu lagi kamu ketemu aku bawa cewek lain."
"Hahaha, Korban ya neng?"
"Haha, pernah sih."
"Halah, malah kemana ini pembicaraan nya. Em... Boleh dong, besok aku main ke rumah? Kenalin Kakek nenek kamu , Tun?"
"Hmmm.. tentu. Besok aku jemput di hotel kamu ya. Gak jauh kok."