"Sungguh? Tante punya anak perempuan namanya Indah? Pasti dia cantik."
Tanya anak laki-laki digendonganku yang matanya dipenuhi cahaya jingga senja. Manis sekali. Entah ada apa hingga aku merasa seolah dia adalah anakku.
"Hmmm...??? Tentu, dia sangat cantik. Kalian pasti akan menjadi teman baik. Itu dia, Indah sedang bersama dengan neneknya. Ibu tante Ika."
Husein adalah anak yang sangat pemberani. Ia mudah sekali akrab dengan orang asing, denganku yang baru sekali bertemu.
"Kau mendidiknya dengan baik Faizal." kataku dalam hati yang masih berjalan menuju indah dan Ibu.
***
Kenangan bertahun-tahun lalu kembali melintas. Menyapa entah dengan alasan apa. Tiga bulan hidupku tak karuhan. Hanya karena ditinggal laki-laki brengsek tak bertanggung jawab. Hingga akhirnya aku berhasil berdamai dengan diri setelah segala hal dilakukan oleh ibu, ayah, dan seluruh sahabatku.
"Maaf, maaf jika beberapa waktu ke depan aku akan mengganggumu. Kau boleh pergi, tapi setidaknya bantu aku hidup tanpamu. Bertahun-tahun kita berbagi canda tawa dan kini kamu memilih pergi. Aku tak bisa semudah itu kembali hidup seperti sebelum mengenalmmu. Aku mungkin masih akan sering menghubungimu." kataku pada laki-laki yang matanya berkaca-kaca di depanku.
Nampak jelas dia pun menahan tangis dan tak ingin pergi walau satu hal harus membuatnya meninggalkanku.
Masih dengan kedua tanganku yang digenggam olehnya aku melanjutkan pintaku. Pinta seorang wanita yang begitu lemah.
"Dan baru..... baru jika kelak aku berhenti menghubungimu, tandanya aku sudah menyerah. Menyerah dalam mengupayakanmu baik secara nyata maupun dalam doaku. Walau telah tak terhitung jumlahnya doa yang kulangitkan setiap sepertiga malam agar kita dapat menua bersama. Faizal Ramadhan, kelak jika kita akhirnya kembali bertemu, aku ingin kita tetap sebagai teman. Jauh sebelum semua hal itu terjadi kita adalah teman, dan jika ini adalah keputusanmu maka aku juga berharap kita masih tetap sebagai teman."
No comments:
Write comments