PENDIDIKAN PANCASILA
STUDI KASUS PELANGGARAN SILA KE 2
“KASUS PENEMBAKAN DI LAPAS
CEBONGAN”
Disusun
Oleh:
1. Aida
Meiyana (14812141010)
2. Ika
Wahyu Nurini (14812141014)
3. Nurul
Fauzi (14812141028)
4. Tiokta
Kartika Rini (14812141030)
AKUNTANSI
A 2014
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Penegakkan keadilan di Indonesia, sampai
saat ini masih dalam proses perkembangan. Banyak keputusan-keputusan lembaga
pengadil yang masih menimbulkan kontroversi baik dari pihak terpidana maupun
dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat
terkait hukum, sementara hukum beranggapan bahwa jika suatu hukum telah ditetapkan maka seluruh
anggota masyarakat dianggap telah mengetahui ketetapan tersebut. Padahal,
kenyataannya tidak demikian.
Hal inilah yang menyebabkan kurang
puasnya masyarakat terhadap putusan pengadil di Indonesia. Kemudian,
ketidakpuasan tersebut menimbulkan efek berantai yang berupa protes-protes
masyarakat kepada lembaga penegak hukum. Bahkan bentuk-bentuk protes tersebut
ada juga yang bersifat ekstrim.
Sebagai contoh adalah proses penembakan
di Lapas Cebongan, yang menurut Wadan Puspomad
Brigjen Unggul K. Yudhoyono di wikipedia menyatakan bahwa penembakan tersebut
dilatarbelakangi oleh rasa hutang budi pelaku kepada korban pengeroyokan yang
dilakukan oleh kelompok Diki.
Secara tersirat tindakan tersebut
menyatakan bahwa pelaku penembakan masih merasa kurang puas terhadap putusan
pengadilan untuk penahanan pelaku pengeroyokan. Padahal menurut aturan hukum,
pidana tersebut sudah pantas jika dijatuhkan pada pelaku pengeroyokan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimanakah
penerapan sila ke 2 dalam kehidupan sehari-hari?
B. Bagaimanakah
kronologi penyerangan di lapas cebongan?
C. Pelanggaran
apa saja terhadap sila ke 2 yang
dilakukan dalam kasus penembakan di Lapas Cebongan?
C.
KAJIAN
TEORI
Sila ke 2
Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dapat dipisahkan
menjadi beberapa kata sifat yaitu kemanusiaan, keadilan, dan beradab.
Menurut Max
Havelaar dalam KBBI kemanusiaan dapat diartikan sebagai “perlakuan yang baik
terhadap manusia”, selain itu dalam KBBI juga disebutkan bahwa diartikan “bersifat
atau menyangkut manusia”. Sementara
dalam artikata.com kemanusiaan dapat diartikan sebagai “sifat-sifat
manusia; perasaan senantiasa mencegah
untuk melakukan tindakan terkutuk”.
Selanjutnya adalah pengertian keadilan.
Menurut Aristoteles, keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia.
Kelayakan ini diartikan sebagai titik tengah di antara dua ujung yan terlalu
banyak atau terlalu sedikit. Sementara Plato menganggap jika keadilan
diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang diaktakan adil adalah orang yang
mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Terakhir adalah kata beradab yang menurut artikata.com
dan KBBI sama-sama memiliki makna “mempunyai adab; mempunyai budi bahasa yg
baik; berlaku sopan, dan telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya”.
Dari beberapa kata di atas dapat diringkas dalam
istilah HAM. Hal ini karena kemanusiaan, keadian, dan adab merupakan
bagian-bagian dari HAM. Secara etimologis, kata “hak” merupakan norma yang merupakan pedoman
perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi
manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Sedangkan kata “asasi” berarti
bersifat mendasar dan dimiliki oleh manusia sejak lahir. Kemudian beberapa ahli
juga mengatakan pendapatnya mengenai pengertian HAM dalam tulisan Rowland
Pasaribu (HAM) yaitu:
1. Baharudin
Lopa
Dengan mengutip
pernyataan Jan Materson dari Komisi HAM PBB, menyatakan bahwa hak asasi manusia
adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil
dapat hidup sebagai manusia.
2. John
Locke
Hak-hak asasi manusia
adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai hak yang kodrati. Ia
memperinci hak asasi sebagai berikut: :
-
hak hidup (the right to life)
-
hak kemerdekaan (right to liberty)
-
hak milik (right to property)
3. F.
D. Roosevel
Pada tanggal 6 Januari
1941, F. D. Roosevelt memformulasikan empat macam hak-hak asasi (the four
freedoms) di depan Kongres Amerika Serikat, yaitu :
-
bebas untuk berbicara (freedom of speech)
-
bebas dalam memeluk agama (freedom of religion)
-
bebas dari rasa takut (freedom of fear)
-
bebas terhadap suatu keinginan/kehendak
(freedom of from want)
Oleh karena itulah makna dari sila ke 2
ini sangat luas dan sangat menyangkut kehidupan manusia dengan manusia lainnya.
D.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENERAPAN
SILA KE 2 DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Makna dari kemanusiaan yang adil dan
beradab. Makna dari kemanusiaan mengadung arti bahwa kita sebagai manusia yang
selalu dan pasti memerlukan interaksi dengan manusia yang lain maupun dengan
lingkungan, terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi yang menganut agama
tertentu. Jadi sebagi manusia, kita harus memanusiakan manusia yang lain. Kita
dalam berinteraksi kepada manusia yang lain harus dengan cara-cara yang
sebagaimana manusia pada umumnya. Sikap moral dan tingkah laku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma
dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia
maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu
makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus
berkodrat adil. Nilai kemanusiaan yang beradab mengandung makna bahwa beradab
erat kaitannya dengan aturan-aturan hidup, budi pekerti, tata krama, sopan
santu, adat istiadat, kebudayaan, kemajuan ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Pokok
pikiran dari sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab :
1.
Menempatkan manusia sesuai dengan
hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Maksudnya, kemanusiaan itu universal.
2.
Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai
hak segala bangsa. Menghargai hak setiap warga dan menolak rasialisme.
3.
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang
tidak lemah.
4.
Berikut adalah penerapan Sila kedua
“Kemanusiaan yang adil dan beradab” yang pertama adalah mengakui persamaan
derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Hal ini
bearati semua manusia dianggap sama baik dari segala sudut pandang. Sehingga
disini tidak ada kelompok yang lebih unggul.
Yang kedua yaitu saling mencintai sesama
manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang berati manusia tidak dapat hidup
sendiri, manusia harus saling berhubungan satu sama lain dengan baik. Mereka
harus saling mencintai antar sesama manusia tanpa membeda-bedakan satu sama
lain.
Yang ketiga mengembangkan sikap tenggang
rasa. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, ras, suku bangsa, serta
agama. Oleh karena itu semanusia yang mejiawai nilai-nilai Pancasila yang
khususnya sila ke-dua manusia harus memiliki rasa toleransi dan tenggang rasa
atas perbedaan tersebut.
Yang keempat adalah tidak semena-mena
terhadap orang lain. Sebagai manusia beradab kita harus bisa memanusiakan
manusia sesuai dengan yang seharusnya. Serta menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.
Yang kelima adalah berani membela
kebenaran dan keadilan. Sebagai warga negara yang baik dan taat hukum kita
harus berani membela kebenaran. Selain itu kita
juga adil, kalau salah ya katakan
salah, kalau benar ya katakan benar. Jangan salah bilang benar ataupun
sebaliknya.
B.
KRONOLOGI
PENYERANGAN DI LAPAS CEBONGAN
Sholahuddin Al
Ayyubi Jum'at, 5 April 2013 − 00:28 WIB,
Sindonews.com - Penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan,
Sleman, Yogyakarta berawal ketika mantan kopassus yang bernama Sertu Sriyono
yang notebene rekan seangkatan dari pelaku, mengalami pembacokan oleh korban
Lapas 2B Cebongan, Sleman Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan Sriyono tersungkur
dan tewas di tempat kejadian.
Mengetahui rekan
seangkatannya tewas di tangan korban Lapas 2B Cebongan, sebelas rekan seangkatan
Sriyono langsung menyimpan dendam terhadap empat orang yang mengeksekusi
Sriyono di tempat kejadian.
Selanjutnya,
rekan-rekan Sriyono yang tergabung dalam grup 2 kopassus, seusai latihan dari
Gunung Lawu, langsung mendatangi Lapas Cebongan. "Mereka adalah anggota
kopassus, jadi sangat mudah untuk menemukan lapas, dimana pelaku yang
menewaskan rekan seangkatannya" ujar Ketua TIM Investigasi, Wakil Komandan
Pusat Polisi Militer, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono saat konferensi Pers di
Kartika Media Center, Jakarta Pusat (4/4/2013).
Dengan bersenjatakan
enam pucuk senjata, jenis senjata AK 47 berjumlah tiga buah yang dibawa dari
tempat latihan, dan tiga pucuk senjata lainnya adalah replika AK 47 dan pistol.
Kemudian, Ketua TIM
Investigasi, Wakil Komandan Pusat Polisi Militer, Brigjen TNI Unggul K
Yudhoyono mengungkapkan, bahwa datangnya kesebelas rekan seangkatan Sriyono
menggunakan dua unit kendaraan, yaitu satu unit mobil Avanza berwarna biru dan
satu lagi menggunakan kendaraan APV berwarna hitam.
Lalu terdapat satu
kendaraan lagi yaitu mobil feroza yang diisi oleh dua orang kopassus untuk
mencegah kejadian tersebut, namun tidak berhasil untuk dicegah.
Setelah sampainya di
lapas cebongan, grup dua kopassus tersebut langsung mendatangi petugas piket
yang berjaga disana. Saat ditodongkan senjata AK 47, akhirnya petugas lapas
membuka pintu lapas dan menunjukkan ruang tahanan tersebut.
Saat dimintai
keterangan terkait dengan CCTV lapas, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono
menjelaskan gerakan kopassus itu sudah seperti ninja, karena mereka memang
sudah dilatih untuk cepat dan tidak terdeteksi.
C.
PELANGGARAN
TERHADAP SILA KE 2 YANG DILAKUKAN DALAM KASUS PENEMBAKAN DI LAPAS CEBONGAN
Kasus Cebongan ini terkait dengan
pelanggaran HAM yang tidak sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
Sila Ke 2. Pelanggaran yang pertama adalah menghilangkan hak untuk hidup bagi
seseorang. Dimana empat tahanan dibunuh dengan cara ditembak berkali-kali di
kepala. Bahkan penembakan tetap
dilakukan meskipun empat tahanan tersebut sudah dalam keadaan tewas.
Pelanggaran yang selanjutnya adalah
pelanggaran hak untuk tidak mendapat perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan
merendahkan martabat. Hal ini terjadi saat sipir lapas tidak mau untuk
membukakan pintu sebelum mendapat ijin dari pemimpin lapas terlebih dahulu
namun pelaku tersebut mengancam akan meledakkan pintu dengan granat. Sesaat
setelah kepala keamanan datang, pintu gerbang dibuka. Saat itulah belasan
pelaku masuk ke dalam lapas. Mereka menggunakan senjata laras panjang dan
menodongkannya ke penjaga. Sebagian di antaranya masuk ke penjagaan lapis dalam
sembari menodong dan menyandera sipir. Selain itu sipir juga dianiaya dan
diseret oleh pelaku sampai terlihat bercak darah di lantai penjara. Dua sipir
yang terluka dalam kejadian tersebut
adalah Widiatmoko (35) yang mengalami luka pada bagian mulut dan gigi
depan tanggal dan Nugroho Putro (30) yang mengalami luka bengkak diwajah
terhantam gagang senjata.
Pelanggaran lainnya adalah hak untuk memperoleh
keadilan. Dimana empat tahanan tersebut mendapat perlakuan atas pembunuhan
diluar prosedur hukum. Seharusnya mereka hanya mendapat hukuman kurungan,
tetapi pelaku tersebut menghakimi sendiri terhadap empat tahanan. Kegiatan
menghakimi sendiri ini tentu melanggar hukum dan hak asasi manusia.
Selain itu pelanggaran yang terjadi
adalah pelanggaran atas rasa aman. Di mana dalam kasus ini menimbulkan rasa
takut dan khawatir yang dialami oleh para tahanan, aparat kepolisian, petugas
lapas, warga NTB yang berada di DIY karena salah satu dari keempat tahanan
merupakan warga asli NTB, serta warga DIY secara umum.
Berdasar pelanggaran-pelanggaran
tersebut selain juga tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila Sila Ke 2 perlakuan tersebut juga telah melanggar undang-undang.
Pasal yang terkait dengan Kasus Cebongan tersebut adalah Undang-undang pidana
pasal 351-358 KUHP tentang penganiyaan dan pasal 185, 338-340, 342, 343, dan
350 KUHP yang berkaitan tentang pembunuhan.
BAB III
SOLUSI
Melihat persoalan-persoalan yang telah
diuraikan di atas, kita dapat mengetahui berbagai masalah tentang pelanggaraan
nilai-nilai Pancasila terutama sila ke 2. Padahal seharusnya masyarakat bisa
dapat dengan mudah mewujudkan milai-nilai sila ke 2, karena seluruh nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila berasal dari masyarakat itu sendiri.
Kenyataannya masalah sepele tentang saling menghargai sesama manusia dan
memperlakukan orang lain sebagai manusia seutuhnya saja tidak mampu.
Dengan melihat semua masalah tersebut,
sebaiknya langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah lebih memberikan
penyuluhan kepada masyarakat kususnya masyarakat golongan atas. Hal ini
dikarenakan pelanggaran-pelanggaran nilai Pancasila yang berat justru sering
dilakukan oleh kalangan atas. Seperti pada kasus di atas, justru para anggota kopassus
lah yang menghakimi tersangka pengeroyokan, bukan masyarakat biasa. Oleh karena
itu, mereka yang sering disebut berpendidikan harus difasilitasi oleh
pemerintah agar benar-benar menjadi orang yang berpendidikan, bukan hanya
difasilitasi berupa uang yang hanya akan membuat mereka merasa berkuasa.
Selain itu, hukum yang ada seharusnya
juga ditegaskan. Bukan hanya masyarakat biasa yang melanggar hukum yang
dipidana, tapi kalangan atas seperti anggota kopassus juga pantas untuk
dipidana, bukan hanya sebatas pencabutan jabatan saja.
Pemerintah perlu mendengarkan suara dari
masyarakat kecil, karena justru merekalah yang bisa berfikir secara netral dan
tidak memihak siapapun. Percuma jika para pejuang di zaman dahulu bertumpah
darah untuk menyatukan negeri ini jika pemerintahan yang sekarang tidak
berusaha menjaga kesatuan tersebut. Selain dasar negara, Pancasila juga perlu
dianggap sebagai peninggalan kaum terdahulu dan harus dijaga baik secara
simbolik maupun dalam kehidupan sehari-hari.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Seperti yang telah kita ketahui bersama,
Pancasila merupakan kumpulan nilai-nilai dari seluruh masyarakat Indonesia.
Namun meskipun begitu penerapan perilaku yang sesuai terhadap nilai-nilai
tersebut masih sulit untuk diwujudkan.
Di sini, orang-orang yang dianggap tahu
tentang hukum seperti anggota kopassus ternyata justru mengecewakan. Yang
seharusnya paham dan menerima putusan hukum ternyata justru memilih untuk
mengadili sendiri hanya akibat dendam pribadi/perasaan hutang budi. Sangat
disayangkan jika dalam negara yang dibentuk atas perjuangan yang sangat berat
ini ternyata justru perlahan dikacaukan oleh aparat pemerintah itu sendiri yang
seharusnya mampu menjaga kedamaian di negeri ini.
B.
SARAN
Berdasarkan masalah-masalah yang telah
dihadapi dalam penulisan makalah ini, maka jika ada yang akan menyusun makalah
yang serupa hendaknya mengetahui terlebih dahulu makna sila, dan mencerminkan
pada kehidupan di sekitar. Akibat tidak dilakukannya hal tersebut, penyusun
merasa kesulitan untuk mencari kasus yang seharusnya dapat ditemukan dengan
mudah.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Write comments